Gadis Kecil di Tepi Sungai ~1

Seorang gadis kecil duduk sendirian di tepi Sungai Hitam. Biasanya dia bersama teman-temannya atau dengan adik laki-lakinya, namun kali ini dia sendirian saja. Ya, karena dia sedang ingin sendirian saja. Dia ingin memikirkan sesuatu, tepatnya berdoa untuk sesuatu. Untuk orang tuanya, untuk keluarganya, dan untuk dirinya sendiri. Keluarganya sedang dalam masalah besar, antara hidup dan mati.

Dia memilih tepi Sungai Hitam, karena dia sangat mengagumi sungai ini. airnya jernih, suaranya gemericik menyejukkan hati. Hampir setiap hari dia meluangkan waktunya untuk duduk dan mengagumi sungai ini. Kata orang sungai ini sangat panjang lebih dari 1.500 mil. Dia sendiri sulit membayangkan seberapa panjang 1.500 mil itu. Sungai ini berasal dari gunung yang jauh tak terlihat. Kata orang ada danau besar di sana yang menjadi asal sungai ini. Tetapi ada orang yang berkata, bukan dari danau itu, melainkan dari sungai kecil yang terus mengalir dari atas gunung. Entahlah, dia sendiri kurang tertarik dengan asal sungai ini. Lebih-lebih banyak cerita yang menyeramkan dari orang-orang yang pernah mencoba ke sana. Orang-orang itu menjumpai buaya, ular, dan binatang aneh lainnya. Jalannya juga gelap dan berbatu-batu. Belum cerita-cerita takhayul lainnya.

Yang lebih menarik baginya adalah arah sungai ini mengalir. Ayahnya bercerita kepadanya, sungai ini menuju lautan yang luas. Sebelum mencapai lautan, sungai ini terpecah menjadi beberapa aliran kecil, namun masih cukup lebar untuk dilewati. Di daerah inilah terdapat pertemuan antara penjual dan pembeli. Banyak saudagar kapal dari jauh yang membawa dagangan mereka. Sementara orang-orang daratan membawa hasil bumi dan ternak mereka untuk dijual. Selain itu banyak sekali hiburan yang ditawarkan di kawasan ini. Yang paling menarik hatinya adalah para pedagang itu dan keluarganya. Mereka tampan-tampan dan cantik-cantik. Pakaian mereka gemerlapan. Perhiasan mereka tampak pas di wajah mereka yang menarik. Dan yang lebih mengagumkan lagi, mereka sangat pandai menari. Beberapa sempat datang ke desanya, karena laut sedang tidak bersahabat maka mereka memperpanjang waktu singgah mereka dan berkunjung ke desa-desa yang agak jauh.

Dia pernah berniat menyusuri sungai itu. Dia pernah mengajak adik laki-lakinya untuk melakukan hal ini. Pagi-pagi mereka berangkat dari rumah dengan bekal makanan dan minuman yang menurutnya cukup. Namun di tengah jalan mereka membatalkan rencana ini karena adiknya merengek kecapekan dan minta pulang. Sampai sekarang dia belum bertemu teman yang cocok untuk melakukan rencana ini lagi. Ayahnya berjanji akan mengajaknya suatu hari nanti kalau air sungai cukup banyak sehingga bisa disusuri dengan perahu. Dia menanti-nantikan saat itu.

Ada hal lain yang dia kagumi dari sungai ini. Sungai itu adalah sungai ajaib! Ya, sangat ajaib. Luapan air banjir dari sungai ini sangat ditunggu-tunggu oleh semua orang. Saat banjir itulah semua orang bisa makan ikan. Sedangkan kalau tidak ada banjir, hanya gandum hasil panen merekalah yang menjadi santapan sehari-hari. Sebenarnya hasil panen mereka juga ditentukan oleh luapan sungai itu. Kalau sungai itu meluap tanahnya akan subur dan hasil panen akan bagus, sehingga layak dijual dan mereka bisa membeli barang-barang yang lain, seperti meja, kursi dan tembikar. Bahkan tahun lalu ayahnya dapat membeli tenda baru dari hasil panen mereka.

Saat ini dia sedang sedih, ibunya beberapa bulan yang lalu melahirkan seorang adik laki-laki. Adiknya itu lahir tepat beberapa saat setelah Raja Mesir murka melihat banyaknya orang Israel yang berdiam di Mesir dan memerintahkan semua bayi laki-laki Ibrani dilemparkan ke dalam sungai ini. Dia sangat sedih karena adiknya akan mati. Dia sangat menyayangi adiknya ini. Dia menanti-nantikannya sejak masih dalam perut ibunya. Setiap ada kesempatan dia bercerita dan bernyanyi di depan perut ibunya supaya bisa menghibur adik kecilnya ini. Yang dilakukannya itu pernah hampir membuat dia dan adiknya yang berusia lima tahun bertengkar. Kata adiknya, yang dilakukannya itu bodoh. Untung ibu bisa menjelaskan, sehingga membuat adiknya terdiam. Menurutnya adiknya itulah yang cemburu. Mungkin dia khawatir kalau adik yang di dalam perut ini laki-laki akan menjadi saingannya. Karena dia sangat penakut. Dia tersenyum kalau mengingat hal itu.

Dan yang membuat sedih lagi adiknya harus mati di sungai ini. Sungai yang sangat dikaguminya. Sulit sekali dia membayangkan kalau hal itu terjadi. Dia tidak akan mungkin mampu duduk di sini menikmati sungai ini. Karena dia sangat sayang adiknya. Duduk di sini setelah adiknya mati pastilah akan membuatnya merana. Mungkin saat ini saat terakhir dia duduk di sini.
“Miriam, kemarilah nak!” terdengar ibunya memanggil.
“Tolong jaga adikmu ini. Ibu akan membantu ayahmu dulu. Kata orang-orang nanti malam akan ada banjir di sungai ini. Kita harus menyiapkan hasil panen kita di perahu supaya bisa dijual ayahmu di hulu.” Ibunya menjelaskan ketika ia mendekat.
“Iya, bu!” jawabnya. Ibunya segera merapikan diri dan bergegas pergi.
“Ibu!”
“Iya, ada apa lagi? Coba kau beri minum, kalau adikmu menangis! Hati-hati jangan sampai ketahuan para hamba raja!”
“Bolehkah saya bawa adik ke tepi sungai?”
“Apa? Mau kau bawa adikmu ke tempat akhir hidupnya? Belum waktunya Miriam!”
“Bukan, Bu! Di sana sejuk dan tenang. Pasti adik sangat senang dan menjadi lebih tenang, daripada di rumah panas!”
“Terserah kau sajalah! Tapi hati-hati dan jangan sampai ketahuan!”
“Iya, bu! Aku tahu!”

Gadis kecil itu segera membungkus adiknya dengan kain. Dia berjalan lambat sambil sesekali menggoyang gendongannya agar adiknya tenang. Sesampainya di tepi sungai, tepat dia duduk tadi, dibukanya tudung penutup kepala adiknya. Terlihat adiknya tersenyum. Mungkin adiknya mulai menikmati sejuknya udara dan merdunya gemericik air sungai itu. Dia mulai bersenandung. Dan adiknya pun akhirnya tertidur.
~*~

Malam pun menjelang. Dia kembali ke tepi sungai itu, namun dia tidak lagi sendirian. Suasana di tepi sungai itu tampak ramai. Beberapa perahu yang biasanya hanya terikat, tampak disiapkan dan mulai mengapung. Yah, permukaan air mulai naik.

Dia tidak bisa lagi duduk di tempat biasa. Dia harus berdiri agak jauh dari tepi sungai. Selain karena banyak orang yang sedang bekerja di sana juga karena air bisa datang tiba-tiba dan mengejutkan. Namun kejutan itulah yang dinantikan banyak orang.

Saluran-saluran air dibersihkan, supaya air bisa masuk dengan mudah ke lahan pertanian. Semua orang tampak bersemangat hari ini. Sungguh, sungai ini adalah sungai karunia Allah yang membawa sukacita bagi bangsanya! Ah, andaikan sungai ini bisa juga memberikan jalan keluar bagi permasalahan keluarganya juga!

Di kejauhan tampak beberapa pegawai istana lalu lalang. Pemandangan itu membuat hatinya bergejolak. Ya, Putri Firaun juga bersiap-siap untuk mandi. Dia sejak dulu memang mengagumi putri itu. Putri itu tidak hanya cantik, tetapi juga mempesona. Dia sendiri belum pernah berbicara dengan beliau, tetapi kata orang dia ramah dan baik hati, dan dia percaya itu! Pada masa-masa seperti ini, dia biasanya mencari tempat yang bisa leluasa mengamati sang putri mandi tanpa ketahuan. Kalau ketahuan dia bisa dimarahi orangtuanya. Tidak sopan! Padahal sebenarnya dia tidak bermaksud kurang ajar, dia hanya ingin mengagumi.

Namun, malam ini ada yang mengganjal hatinya ketika melihat putri yang cantik itu. Dia kembali teringat dengan keluarganya. Ah, andaikan putri itu bisa menolongnya! Andaikan dia bisa berbicara dengannya. Andaikan dia bisa mengusahakan suatu perubahan bagi keluarga, terutama untuk adiknya. Ah, masakan dia harus bergantung pada putri Mesir itu? Mereka kan percaya pada dewa sungai ini bukan pada Tuhan yang menciptakan sungai ini? Dia sendiri waktu kecil senang dengan dewa yang diceritakan orang-orang Mesir itu. Namun ketika dia mendengarkan cerita dari ayahnya tentang perbuatan besar yang Tuhan kerjakan bagi bangsanya dulu, dia memutuskan untuk percaya pada Tuhan saja.

Tuhan menyelamatkan bangsanya melalui Yusuf, saudara kandung bapa leluhurnya, yang dikirim lebih dulu ke Mesir untuk menyelamatkan bangsanya. Bapa leluhurnya sendiri, Lewi, bersekongkol dengan saudara-saudaranya untuk menyingkirkan Yusuf dari antara mereka. Setelah mengalami berbagai peristiwa yang menyusahkan dan menyenangkan akhirnya mereka semua tahu bahwa Tuhan yang menghendaki segala sesuatunya terjadi.

Satu perkataan Yusuf yang selalu diingat-ingat setiap orang dari bangsanya adalah, “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.” Dia sendiri juga setuju dengan hal itu.

Gadis kecil itu terus memikirkan kata-kata Yusuf itu. Dan dia kembali asyik mengamati persiapan pegawai istana di Teberau itu. Dan dia menjadi makin yakin bahwa Raja Mesir mereka-rekakan yang jahat bagi bangsanya, tetapi Tuhan sanggup juga untuk mereka-rekakannya bagi kebaikan bangsanya.

Malam pun makin larut, gadis kecil itu pun kembali ke rumah untuk beristirahat karena banyak tugas yang harus dia kerjakan esok.
~*~